Saya tertarik mengulas berita pembunuhan Feby Kurnia Nuraisyah (19), khususnya mengenai percakapan SMS-nya.
Diberitakan, ibu Feby menggunakan insting dan pengalamannya
berkomunikasi sehari-hari sebagai alasan mencurigai bahwa pembalas SMS
mereka bukanlah Feby. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Justru, naluri
ibu terhadap anaknya biasanya memang sangat kuat.
Namun, seandainya kecurigaan ini kemudian disampaikan kepada Anda
atau seandainya Anda bukan ibu korban, bisa jadi orang yang mendapatkan
laporan akan berkata, “Ah…itu perasaan Ibu saja. Mungkin anaknya lagi
sibuk, lagi ini lagi itu…dan sebagainya”.
Bersyukur bahwa penegak hukum tidak menganggap sebelah mata apa yang
dilaporkan Ibu dan sepupu Feby. Akhirnya, ditemukan bahwa Feby telah
menjadi korban pembunuhan.
Namun, sebetulnya ada satu teknik analisa verbal yang dipakai luas
oleh para Human Lie Detector, yang bisa menganalisa kebohongan dalam
tulisan tangan, whatsapp, line, BBM, SMS, telegram, atau aplikasi
sejenis yang dipergunakan untuk berkomunikasi.
Di dalam artikel ini, saya akan memperkenalkan sebuah teknik analisa
verbal yang bisa jadi selama ini sudah Anda pergunakan sehari-hari.
Dengan teknik analisa verbal ini, Anda bisa mendeteksi jujur atau bohong
secara ilmiah.
Nama teknik tersebut adalah Scientific Content Analysis atau yang
biasa disebut sebagai SCAN. Menurut N. Smith (2001), di dalam artikel
penelitian kepolisian London, sebuah pernyataan yang berasal dari
pengalaman nyata akan berbeda konten maupun “kualitas” nya dari
pernyataan yang berasal dari rekayasa atau imajinasi.
Saya hanya akan membahas 3 kriteria dalam teknik SCAN yakni: kriteria No 2 (
Social Introductions – Cara Memanggil Seseorang), kriteria No 11 (
Pronouns – kata ganti orang), dan kriteria No 12 (
Change in Language – gaya bicara/cara bicara yang berbeda) yang sangat relevan bagi Ibu dan sepupu Feby menyakinkan penegak hukum.
Menurut SCAN, penyebutan/pemanggilan nama seseorang bisa menunjukkan
adanya ketidakselarasan antara orang tersebut dan orang yang
disebut/dipanggilnya (Kriteria no 2).
Dan lagi kata ganti orang yang terdapat di dalam sebuah pernyataan
(kalimat, paragraf, atau narasi cerita), menunjukkan kepemilikan,
tanggung jawab, dan komitmen dari orang yang dimaksud.
Jadi, apabila ada perubahan pada hal-hal tersebut, maka menurut SCAN, orang tersebut bisa jadi sedang berbohong.
Saya yakin Anda memiliki kebiasaan tertentu dalam memanggil seseorang, termasuk panggilan sayang.
Dalam pergaulan misalnya, Anda mungkin tidak dipanggil sesuai nama
Anda, tetapi ada panggilan tertentu. Apalagi, ketika masih sekolah, ada
aja nama panggilan teman-teman terhadap Anda. Panggilan “khas” ini lah
yang dimaksud dalam SCAN.
Kembali ke kasus pembunuhan ini.
Pengakuan Ibu Feby terkait kejanggalan SMS itu memang bisa jadi benar.
Ibu Feby mengatakan bahwa Feby tidak pernah memanggil dirinya sendiri
dengan sebutan “Fibi” ataupun “Bi”, dan tidak menggunakan kata “mama”,
dibandingkan kata “Ma” saja.
Saya menduga, bisa jadi cara menyebutkan nama “Kak Diyanti” juga
merupakan satu kejanggalan. Tidak biasanya Feby memanggil Diyanti dengan
cara begitu. Termasuk juga cara Feby mengetikkan kata “di sini” juga
tidak seperti di SMS ini (d sini)
"
Mama jangan lupa makan, jaga kesehatan mama, d sini fibi baik2 saja.kak Diyanti khawati bgt" begitu tulisan dalam pesan.
Ibu Feby sempat mengungkapkan bahwa cara SMS itu menasehati dirinya
juga merupakan satu kejanggalan. Feby tidak pernah menanyakan dirinya
sedang ngapain, apalagi menasehati dirinya untuk “jangan lupa makan,
jaga kesehatan mama”.
Ini perubahan gaya bicara/cara berbicara dengan seseorang. Termasuk
juga, berubahnya gaya SMS Feby dari yang semula “singkat” menjadi
panjang.
Dengan kata lain, setelah Anda mengenal teknik SCAN ini, Anda ataupun
penegak hukum bisa berhipotesa bahwa laporan Ibu dan sepupu Feby ini
bisa jadi benar, bahwa memang handphone tersebut berpindah tangan atau
seseorang telah mengetikkan SMS atas nama Feby untuk mengelabui Ibu dan
sepupu Feby.
Ketika kemudian ternyata Feby dibunuh, pesann SMS ini bisa jadi
membantu polisi dalam melakukan penyidikan. Polisi bisa minta kepada
penyedia jasa telekomunikasi terkait untuk melacak dari mana SMS
tersebut dikirim pada waktu terkait.
Akhir kata, saya senang sekali bila teknik SCAN ini kemudian juga
dipahami oleh kita semua, termasuk penegak hukum. Semakin banyak orang
yang bisa menganalisa verbal (lisan, tulisan ataupun rekaman), maka
semakin banyak orang yang bisa mendeteksi jujur dan bohong.
Penulis adalah pengarang buku“Mendeteksi Bohong” yang akan diluncurkan akhir Mei 2016.